27 Jan 2017

#Day9: Sebuah Surat

0

Surat ini tertulis tanpa pernah terkirim

"Tulislah sebuah surat untuk seseorang."

Entah kenapa aku tersenyum saat membaca tema no. 9, selama ini aku sering menulis surat tapi tak pernah terkirimkan. Sempat untuk mengambil salah satu surat tersebut untuk dipublish disini, tapi ada sekelebat perasaan yang menghalangi. Itu surat tidak fresh, jadi aku menulis surat yang lebih fresh, untuk seseorang, yang dulu pernah membuatku merasa hanya dia lah duniaku.


Surat Terbuka Untuk Kamu, mantan kekasihku.
Surabaya, 27 Januari 2017.

Hai kamu, mantan kekasihku yang baik hatinya tak terkira. Apa kabar? Masihkah kamu mengagung-agungkan kebaikanmu itu kepada dunia? Masihkah kamu suka menyumpal telingamu dengan headset saat berkencan? Ah aku pernah memarahimu tentang hal itu. Aku yang menjunjung tinggi etika saat berbicara, sangat marah ketika aku tahu orang yang kuajak bicara tidak menanggapiku. Waktu itu kamu malah asyik dengan suara musik yang keluar dari headset yang nangkring manis di telingamu, sementara aku dengan getolnya bercerita ini dan itu. Aku marah sekali saat aku tahu kamu lebih asyik bernyanyi, kusambar headset itu lalu membuang kopimu dan memilih pulang. Tak ada pembicaraan diantara kita setelahnya. Sungguh aku tidak paham dengan orang-orang yang mengabaikan pembicaraan orang lain dengan memilih menyumpal telinga atau bahkan bermain gawai di tangan. Kalau tidak mau mendengarkan bilang saja tidak, dengan begitu aku tidak perlu berbicara ini-itu seperti orang gila. Mungkin waktu itu kamu sudah bosan denganku, yang suka sekali bercerita.

Mantan kekasihku yang selalu membanggakan kekasihnya. Dulu, begitu bahagia aku saat kamu membanggakanku. Saat aku melihat dalam suatu smsmu dengan temanmu kamu membanggakan diriku. Sekarang apakah kamu sangat bangga dengan kekasihmu itu? Padahal dulu kamu menjelekkannya di depanku. Aku tahu roda berputar, dia yang kamu katakan dulu sebagai seseorang yang ingin menghancurkan hubungan kita justru kamu banggakan sedemikian rupa saat ini. Tak apa, aku bukan orang yang suka mengumbar aib orang. Kamu bahkan tak tahu bukan dia pernah berkata apa tentang kamu, dia juga tak akan pernah tahu kamu pernah berkata apa tentang dia. Aku menyimpannya rapat-rapat hingga detik ini. Meskipun dia berkata buruk apapun tentang aku di hadapanmu, aku tak peduli.

Mantan kekasihku yang setia. Sungguh aku minta maaf jika dulu menurutmu aku tidak berusaha mempertahankan hubungan ini. Aku tak ingin menyalahkanmu, sungguh aku tak ingin. Tapi entah mengapa separuh hatiku berkata semua itu bukan murni semua kesalahanku. Bukankah hubungan itu seharusnya dilandasi dengan kepercayaan. Jika aku tak pernah ada untukmu, bukan berarti aku melupakanmu. Aku hanya berusaha menggapai mimpiku. Tapi bukan seluruhnya salahku jika akhirnya kamu tergiur dengan keindahan wanita lain sementara aku sibuk dengan duniaku. Juga bukan sepenuhnya salahku jika kamu berpikir orangtuaku tidak menyetujui hubungan kita sementara orangtuamu lebih menyayangiku daripada wanita yang kini menjadi kekasihmu. Biarlah setiamu tercurah untuknya, wanita yang sepenuhnya membanggakanmu.

Mantan kekasihku yang terlupa. Bukan maksud hati aku ingin mengumpan kenangan-kenangan itu kepadamu, bahkan aku telah merelakan semua kenangan itu termakan waktu. Aku telah berdamai dengan semuanya. Kamu yang dulu sepenuhnya menjadi duniaku sudah bukan siapa-siapa lagi. Hanya saja, satu hal yang perlu kamu tahu. Semua tuduhan-tuduhan yang pernah kamu lontarkan kepadaku hingga detik ini tak pernah terbukti. Bukan aku yang merusak hubungan kita, bukan aku yang mengkhianatimu, bukan aku yang bermain belakang dengan temanmu. Jangan bertanya siapa? Karena ketika kamu menuduhku, dua jarimu menunjuk padaku, sisanya tiga jari menunjuk ke dirimu sendiri.

Hai mantan kekasihku yang kini sedang berbahagia. Aku mohon jangan menyesal, jangan pernah menyesali semua yang telah terjadi. Kita tak akan pernah tahu masa depan kita. Dulu kita pernah menggambarkan masa depan sedemikian rupa, kita berhak berencana namun Tuhan jua lah yang menentukan. Jangan pernah menyesal. Anggaplah seperti ini, bukan kamu yang mengusirku tapi aku yang memilih pergi. Sehingga kebahagiaanmu murni tanpa penyesalan. Aku mohon, jangan pernah menyesal walaupun cuma secuil. Aku sudah memilih jalanku setelah satu tahun lunas aku menunggumu sia-sia. Aku sudah berbahagia dengan pilihan hidupku, aku memilih hijrah bukan karena kamu. Aku murni ingin menjadi lebih baik, maka dari itu janganlah menyesal. Ada dia yang sepenuhnya menemanimu. Tuhan Maha Adil bukan, ketika kamu mengeluh aku yang tak pernah punya waktu untukmu justru Tuhan mengirim dia yang memberikan sepenuh waktunya untukmu.

Kini tersenyumlah, berbahagialah. Karena aku sudah sangat berbahagia dengan semua waktu yang kujalani tanpamu. Kita hanyalah sebuah cerita masa lalu, patut dikenang tapi tak patut untuk diulang.

PS: tulisan ini diikutsertakan pada event #10Days Writing Challenge yang diadakan oleh Kampus Fiksi. 

0 orang yang sudi mengomentari:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com